Friday, August 2, 2019

Problematika Pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia - Problematika Bahasa


A.      Kesalahtafsiran Terhadap Pembelajaran Bahasa
1.      Bahasa Indonesia tidak perlu dipelajari dan diajarkan di sekolah karena sudah menjadi bagian kehidupan bangsa (kehidupan sehari-hari).
Tidak setuju dengan pernyataan tersebut. Terdapat tiga alasan yang diungkapkan oleh Pak Ibnu (guru bahasa Indonesia SMKN 2 Boyolangu), yaitu:
a)      Bahasa Indonesia merupakan bahasa nasional, salah satu fungsinya adalah identitas bangsa Indonesia. Seberapa mudahnya bahasa Indonesia untuk berkomunikasi, harus tetap diajarkan karena salah satu yang menunjukkan kemajuan suatu identitas bangsa itu jika bahasanya itu diakui, dibanggakan. Contohnya Inggris, mengapa Inggris bisa maju dan bahasanya dijadikan bahasa Internasional? Karena mereka bangga dan menguasai bahasa mereka. Banyak dari bangsa kita tidak bangga dengan bahasa kita, mereka hanya mengetahui bahasa Indonesia versi pasar, itu karena dominannya dengan entertainment, semua bahasa Indonesia acuannya kebetawian. Contohnya, “ngapain lu?”. Itu yang membuat bangsa kita tidak maju-maju. Bayangkan jika bahasa Indonesia bisa “Go-Internasional”.
b)      Tetap perlu diajarkan tetapi tetap harus mempertimbangkan “bagaimana bahasa Indonesia itu diajarkan?”. Jadi, bahasa itu kan ada 2, kita itu belajar teori bahasa atau belajar berbahasa. Dua-duanya sangat berkaitan tetapi selama ini yang saya tahu, yang saya pernah rasakan banyak lembaga pendidikan yang masih berkutat pada “Bagaimana teori berbahasa” dan keterampilannya kurang. Padahal bahasa Indonesia itu seharusnya mengajar itu, “Bagaimana berbahasa?”, karena fungsi bahasa itu yang penting adalah bagaimana berkomunikasi dengan baik dan benar. Sebenarnya tidak salah jika teori dulu baru praktik. Namun, sekarang harus dibalik (harus banyak berkomunikasi dulu baru dikaji).
c)      Porsi bahasa Indonesia (alokasi waktu) harus dipertimbangkan.


2.      Bahasa Indonesia di sekolah memerlukan biaya yang cukup banyak.
Ya dan tidak tetapi jawaban saya cenderung tida, karena pembelajaran bahasa itu adalah yang paling murah. Kuncinya kita mahir berbahasa adalah harus banyak praktik. Media pembelajaran itu hanya salah satu penunjang supaya pembelajaran beragam, tapi ingat bahwa pembelajaran itu ada 2, yaitu indoor dan outdoor. Saya (Pak Ibnu) jika mengajar itu tidak pernah menyuruh siswa untuk membeli buku, fotokopi jarang-jarang (hampir tidak pernah), mencatat. Namun, dibutuhkan pembelajar yang aktif, mau mengikuti panduan dari guru. Kalau menurut saya (Pak Ibnu) itu, sekolah seharusnya murah.
3.      Masalah bahasa Indonesia hanya menjadi urusan ahli bahasa atau lembaga yang berwenang di bidangnya.
Ahli bahasa diperlukan untuk pengembangan bahasa, pengkajian bahasa, mungkin jika ada kata-kata baru, kosa kata baru, kamus baru, ahli bahasa memang perlu mempelajari bahasa tapi masyarakat juga perlu mempelajari, kita harus bangga dengan bahasa Indonesia dengan cara selalu menggunakan bahasa dengan baik dan benar. Bahasa Indonesia merupakan bahasa yang fleksibel, dapat berubah sesuai dengan konteks (formal dan nonformal).
4.      Menjadi ahli bahasa bukan bidang profesi yang menjanjikan bagi masa depan. Iya, karena bahasa Indonesia dianggap hanya sebagai komunikasi atau pengantar maksud, pikiran dan perasaan saja. Dalam bidang profesi, bahasa dianggap abstrak dan kurang jelas penanganannya, sehingga banyak masyarakat yang meragukan profesi ahli bahasa.

B.       Kerancuan Teoritis dalam Bahasa Indonesia
Ketidakkonsistenan dalam berbahasa pada sistem ketatabahasaan atau kaidah-kaidah kebahasaan yang terdapat dalam bahasa Indonesia. Terdapat dua hal yang membuat ketidakkonsistenan dalam belajar bahasa Indonesia. (1) siswa tidak dapat memilah dalam berbahasa (belum sesuai kaidah kebahasaan); (2) ketidaktahuan dalam berbahasa Indonesia yang baik dan benar (menyepelekan).
C.      Interferensi Bahasa Daerah dan Bahasa Asing
Salah satu penyebab ketidakkonsistenan berbahasa Indonesia yaitu masyarakat di Indonesia hampir secara keseluruhan bilingualis. Porsi penggunaan bahasa Jawa dan bahasa Indonesia secara tidak sadar dapat memengaruhi saat pembelajaran bahasa Indonesia. Solusinya, (1) guru konsisten dalam memberi tauladan dengan menggunakan bahasa Indonesia; (2) melibatkan kegiatan yang bisa menggunakan bahasa Indonesia, seperti mengadakan lomba LKTI, dan lain-lain.

D.      Masalah Politik Bahasa dan Sikap Berbahasa
Kedudukan bahasa Indonesia dianggap lebih rendah daripada bahasa daerah, terutama bahasa asing karena bangsa sendiri Indonesia tidak bangga terhadap bahasanya sendiri. bahasa Indonesia merupakan budaya, budaya bisa menjadi kuat apabila kita sadar dan bangga.

E.       Dialektika Seputar Muatan Kurikulum
Alokasi waktu yang ada di SMKN 2 Boyolangu sudah dirasa cukup. Perubahan kurikulum yang tidak konsisten, perubahan-perubahan kurikulum mulai dari materi, teknik itu memang harus berubah, berkembang sesuai dengan zamannya. Walaupun kurikulum selalu berubah, belajar itu intinya harus bermanfaat, kita harus menanamkan pada diri kita, “belajar itu untuk apa?”.

F.       Pendekatan Pembelajaran dan Sistem Evaluasinya
Jika membicarakan mengenai pendekatan pembelajaran dan evaluasinya berarti juga akan melihat pada kurikulum yang sudah di tetapkan oleh pemerintah. Apabila pendekatan pembelajaran yang sudah ditetapkan sedemikian rupa dalam kurikulum itupun bisa berubah-ubah dan sistem evaluasinya belum sampai tahap mengetahui masalah dalam kurikulumnya, akan tetapi sudah ada pergantian kurikulum. Maka guru yang pada awalnya sudah menerapkan pembelajaran sebelum adanya pergantian, kemudian dituntut untuk mengganti pendekatan dalam  pembelajaran yang baru maka guru pun akan kesulitan karena sudah terlanjur fasih dalam menerapkan pendekatan pembelajaran yang sudah pernah dilakukanya.

G.      Sumber Bahan dan Media Pembelajaran
(1)   Sumber bahan dan media pembelajaran harus memiliki karakteristik tersendiri. Dalam sumber bahan dan media pembelajaran harus ditanamkan karakter yang di dalamnya dapat membangun rasa cinta dan bangga terhadap bahasa Indonesia. Selain itu, dalam pengambilan sumber bahan dan media pembelajaran harus memenuhi karakteristik yang sesuai dengan tema/materi yang diajarkan yang di dalamnya ada unsur  budaya yang ada di Indonesia.
(2)   Banyak buku terbitan swasta yang memakai label sesuai kurikulum, tapi pada kenyataanya belum mencerminkan kurikulum tersebut. Penerbit swasta rata-rata hanya mencari keuntungan melalui penjualan buku tanpa mempertimbangkan kurikulum yang diterapkan atau yang berlaku, sehingga kurang efektif digunakkan dan buku sebagai sumber bahan pengajaran masih terbatas (yang sesuai kurikulum yang berlaku).

H.      Profesionalitas Guru Bahasa Indonesia yang Masih Diragukan
Ya dan tidak. Tidak sedikit guru yang visioner tetapi juga tidak sedikit guru-guru yang “alah”. Untuk menuju profesionalitas, kalau yang dimaksud adalah kualitas guru itu juga harus didukung dengan sistemnya pendidikan itu sendiri. pembelajaran menjadi menarik itu bukan hanya karena materinya tetapi gurunya juga harus menarik.

No comments:

Post a Comment

Semantik - Konsep Dasar Makna

BAB II PEMBAHASAN A.     Pengertian Makna Untuk memahami suatu makna atau arti, Ferdinand de Saussure menyebutkan bahwasanya setiap ...